*** DIAN SASTRO ON  NEWS ***



CITA-CITA JADI IBU RUMAH TANGGA

Karier artis cantik ini langsung melesat usai membintangi Ada Apa Dengan Cinta? (AADC?). Kali ini, Dian ngobrol tentang suka dukanya menjalani puasa, rasa kehilangannya pada sang nenek, dan rencana Lebaran.

 Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan kedua bagi Diandra Paramitha Sastrowardoyo. Sebagai mualaf, Dian telah menjalankan ibadah puasa untuk yang kedua kalinya. Apa arti puasa buat Dian? "Aku masih belajar tapi yang aku tahu puasa itu untuk instrospeksi dan belajar rendah hati dengan menahan lapar dan haus. Sekaligus agar kita bisa lebih menahan diri dan menghindar dari kesalahan karena manusia, kan, enggak sempurna dan sering berbuat salah," ujarnya serius.

Putri semata wayang pasangan Iwan Sastrowardoyo (almarhum) dan Dewi Parwati Setyorini ini merasakan banyak suka duka pada Ramadhan ini. "Sukanya, bisa gabung sama keluarga muslim lainnya. Terutama sahur dan tarawih bareng. Selama ini memang sering ikutan sahur dan buka karena kebetulan delapan tahun terakhir ini aku tinggal di rumah tante yang juga muslim. Cuma, rasanya beda kalau udah jadi muslim karena tanggung jawabnya benar-benar ke Allah. Sebelumnya, kan, seru-seruan aja."

Dian sendiri mengaku punya banyak kejadian unik saat menjalankan puasa tahun ini. Apalagi, saat ini Juara I Gadis Sampul 96 ini sedang sibuk-sibuknya menjalani mid test dan final test. "Di Fakultas Filsafat, bentuk tesnya presentasi dan paper, jadi kadang sampai begadang. Nah, suatu ketika aku pernah begadang ngerjain paper sambil sahur. Tahu-tahu udah imsak, padahal belum minum dan makannya baru dapat tiga sendok. Rasanya mau mati! Tapi Alhamdulillah bisa melewati hari itu," katanya kocak.

Gadis kelahiran 16 Maret 1982 ini juga merasa memperoleh mujizat lewat air wudu. "Saat sedang nyetir dari Depok ke rumah, aku terjebak macet. Saking macetnya, aku sampai kesal, gondok dan mau nangis. Air mata udah menggenang. Ingin curhat sama teman tapi semua pada enggak ada. Akhirnya aku wudu dan salat Lohor. Rasanya segar dan akhirnya enggak jadi nangis dan kuat puasa sampai buka." Dian menambahkan, "Aku baru ngerasain, ternyata cobaan puasa lebih pada menahan diri dan tabah. Aku makin percaya pada kekuatan doa dan bahwa Allah itu ada."

HADIAH DARI EYANG
Bintang keberuntungan mahasiswi Fakultas Filsafat Universitas Indonesia 2001 ini makin terang saja. Baru-baru ini ia dinobatkan sebagai duta dan spoke person produk elektronik dan jam tangan impor. "Ini berkah buatku. Aku enggak nyangka rezekinya segede gini. Walau kerjaannya pasti lebih berat dan tugasnya banyak, tapi harus diambil tanggung jawabnya," ujarnya.

Saat ditanya tentang angka kontrak yang diperolehnya sebagai duta produk elektronik tersebut, Dian tak bersedia menyebutkan. "Kontrak dari hasil iklan dan jadi duta berbagai
produk, sih, enggak sedikit. Aku juga belum ada rencana untuk beli sesuatu karena biasanya Mama yang ngatur. Maklum, kami hanya tinggal berdua dan semuanya benar-benar untuk investasi kami berdua. Lagipula, uangnya juga bukan untuk aku sendiri. Buat seluruh keluarga. Aku juga pengen banget Umrah dan naik Haji sama keluarga," tuturnya.

Sedangkan untuk mengurus masalah kontrak, Dian mempercayakan kepada ibundanya. "Mama yang ngurusin kontrak dan aku ngikutin dia saja. Kebetulan aku punya tante yang berprofesi pengacara, jadi bisa diajak diskusi."

Meski mendapat berkah, namun manusia tak luput dari cobaan. Termasuk Dian yang harus kehilangan nenek tercinta, Ina Sastrowardoyo, yang meninggal akhir Oktober lalu karena penyakit lever. "Dia eyang yang paling dekat sama aku dan anggota keluarga favoritku. Dia salah satu alasan mengapa hidupku menyenangkan. Kalau lagi down, aku nelepon dia. Kebetulan Eyang juga pernah kuliah ekstension filsafat dan saat ujian aku pakai bukunya. Jadi keinget dia lagi," katanya sedih.

Wajar, karena banyak kenangan manis dan tak terlupakan bersama sang nenek. Dian mengaku, beberapa minggu sebelum meninggal, sang eyang memberinya hadiah berupa cangkir bertulis Pisces, zodiak Dian. Terbungkus rapi, lengkap dengan kartu dengan ucapan, "Selamat atas kerja keras kamu. Selamat istirahat, ya." Menurut Dian, hadiah tersebut dikirimkan usai pementasan Bawang Merah Bawang Putih.

Selain itu, menurut Dian, eyangnya juga berpesan, "Kamu harus berterima kasih dengan apa pun yang kamu punya sekarang." Dian merasa tergugah. "Aku merasa diingetin dan berpikir jangan-jangan selama ini aku belum cukup berterima kasih atas apa pun yang aku punya. Makanya, setelah lulus kuliah aku pengen berterima kasih kepada semua fans dan media atas penghargaan mereka selama ini. Aku pengen cepat lulus dan bikin sesuatu yang berarti."

Namun kepergian sang nenek membuat Dian mengetahui suatu hal. "Eyang dan Papa meninggal karena lever. Kayaknya keluargaku levernya lemah. Jadi, aku sekarang enggak boleh kecapekan." Yang pasti, kepergian sang eyang akan membawa suasana berbeda bagi Dian pada Lebaran tahun ini. "Biasanya, usai salat Ied kami muter pakai mobil ke rumah saudara, terutama Eyang putri karena yang tertua. Hingga saat ini belum terbayang seumpama kami ke tempat Eyang dan tinggal Eyang kakung aja. Duh, pasti beda."

TAK PERNAH DAPAT SALAM TEMPEL

Meski kehilangan sang nenek, Dian tetap ceria menyambut Lebaran tahun ini, termasuk menyambut malam takbiran. Artis yang bermain dalam film Bintang Jatuh dan Pasir Berbisik ini mengaku, di keluarganya tak ada lagi tradisi tradisi sungkeman. "Sungkeman, sih, sudah hilang. Cuma pelukan saja." Bagaimana dengan baju baru dan menu Lebaran? "Kalau baju baru, sih, mungkin enggak karena kadang sebelumnya sudah pernah dipakai dan memang sudah disiapin khusus untuk acara Lebaran. Menu Lebaran favorit? Ketupat sayur dan abon," ujarnya. Di keluarganya juga tak ada tradisi salam tempel. "Kami enggak dapat karena kebiasaan itu enggak ada dalam keluarga kami. Kalau aku kadang memang ngasih angpau, tapi biasanya saat ada kesempatan bagi-bagi zakat sama teman-teman. Kalau sama keponakan, sih, saat Lebaran enggak aku kasih. Kalau mereka butuh sesuatu, mereka bilang sama aku."

Selain itu, Lebaran tahun ini Dian pertama kalinya ingin minta maaf pada sang mama. "Bagaimana pun juga, dia yang ngebesarin aku dan salahku pasti banyak banget dengan segala kekuranganku sebagai seorang anak. Setelah itu sama Eyang, terutama sama Eyang putri. Tapiaduh, sedih banget," ujarnya yang lantas teringat bahwa eyangnya telah tiada. Lebih jauh, Dian menegaskan, Idul Fitri adalah ajang saling memaafkan dengan orang yang dikenal maupun yang tidak. "Kita pasti banyak kesalahan dan kekurangan. Setidaknya, kita berusaha jadi lebih baik. Kita juga harus bisa maafin orang yang salah, lepasin aja semua dendam yang ngotorin hati. Buatku, Lebaran tahun ini lebih "masuk" lagi. Pada tahun pertama, aku baru jadi mualaf dan berpikir masih baru. Tapi sekarang enggak boleh begitu karena tanggung jawab sebagai muslim sudah tambah besar."

Lebaran tentu identik dengan pembantu mudik. Ternyata Dian merasa kerepotan menghadapinya. "Kamar enggak ada yang beresin, kaos kaki enggak tahu di mana. He..he..ketahuan, deh. Tapi lumayan, ada usaha buat nyeterika dan lain-lain."
Usai lebaran Dian pun telah disibukkan dengan berbagai kegiatan terkait dengan tugasnya sebagai duta produk yang mengontraknya. "Kampanye produk, wawancara, peduli sosial dan lain-lain. Enggak apa-apa, karena aku sudah komit dan mudah-mudahan aku bisa ngejalanin,"harapnya.

Meski sibuk, Dian ternyata berharap bisa main film. "Sebenarnya aku masih nungguin tawaran main sinetron dan film. Aku sudah siap, lho, main film lagi. Cuma, yang nawarin belum ada. Peran apa pun, aku mau-mau aja. Sinetron sekarang bagus-bagus tapi aku belum berani karena jadwalnya belum bisa."

Dian sekaligus membantah dirinya antisinetron. "Enggak, kok. Kesan orang saja seperti itu. Dulu aku memang pernah bilang, enggak suka ceritanya. Jadi, kesannya aku mengritik. Mungkin ada benarnya, mungkin juga enggak, karena aku belum begitu tahu dunia ini."

Baru-baru ini Dian menjadi figuran dalam film Malaysia berjudul Putri Gunung Wedang. Dalam film tersebut Dian hanya muncul selama tiga detik! Disinggung alasannya menerima film tersebut, Dian berkata, "Aku mau menerima karena ingin merintis main di film asing karena itulah film asingku yang pertama. Tantangannya, di situ aku harus belajar logat Malaysia. Susah dan ternyata logat Indonesiaku terlalu kental. Enggak pakai latihan, lho, karena cuma satu kalimat."

Terlepas dari keinginannya main film lagi, Dian lebih bercita-cita menjadi ibu rumah tangga. "Aku ingin jadi ibu rumah tangga tapi juga nulis buku. Habis, aku enggak tahu mau kerja apa. Mungkin jadi dosen Filsafat atau sutradara. Pokoknya, apa yang udah ada dijalanin dulu, deh."

Original news : nova